ILMU TEKNIK : PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

Diposting pada

ILMU TEKNIK - LOGO K3
Peristiwa kebakaran merupakan suatu peristiwa sangat tidak diingini oleh semua orang yang dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Menurut Syamsul Hadi (1990), kebakaran atau peristiwa kebakaran adalah suatu reaksi yang cepat dari zat yang mudah terbakar dengan zat asam/oksigen. Reaksi kimia yang terjadi bersifat mengeluarkan panas.
Peristiwa kebakaran dapat terjadi dimana saja di tempat kerja baik dalam ruangan maupun di luar ruangan. Peristiwa kebakaran yang terjadi dalam perusahaan dapat mengakibatkan adanya banyak kerugian, baik bagi tenaga kerja maupun bagi perusahaan atau bagi orang lain di sekitar. Sedangkan bagi karyawan yang bersangkutan dapat merupakan penderitaan dan malapetaka khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan dapat berakibat kehilangan pekerjaan, meskipun mereka tidak menderita cedera. Selain itu hasil usaha dan upaya yang sekian lama atau dengan susah payah dikerjakan dan dikembangkan dapat hilang/musnah sama sekali. Jerih payah berbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat musnah hanya dalam waktu beberapa jam atau kadang-kadang beberapa menit saja.
Peristiwa kebakaran masih terjadi dimana-mana, hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kewaspadaan pencegahan terhadap kebakaran. Banyak kebakaran di perusahaan terjadi diluar jam kerja. Meskipun tenaga kerja tidak terkena kecelakaan atau cedera sebagai akibatnya, tetapi dengan musnah atau terbakarnya sebagian mesin dan peralatan serta bahan-bahan akan berakibat hilangnya kesempatan kerja. Kebakaran di luar jam kerja mempunyai dampak sosial dan ekonomi yang besar.
Jikalau kebakaran terjadi saat jam kerja juga akan membawa konsekwensi kecelakaan terbakar terhadap tenaga kerja. Kebakaran dapat dicegah dengan aneka upaya yang ditujukan pada pengamanan bangunan dan proses produksi di perusahaan oleh yang terlibat didalamnya.

Pada umumnya kebakaran timbul karena adanya tindakan atau perbuatan dan atau kondisi lingkungan fisik dan mekanis yang kurang atau tidak aman. Perbuatan atau tindakan yang kurang/tidak aman menurut Manuaba (1983) dapat diklasifikasikan sebagai berikut (unsafe action):
a.        Melaksanakan pekerjaan tanpa wewenang atau yang berwenang gagal mengamankan atau memperingatkan seseorang.
b.       Menjalankan alat atau mesin dengan kecepatan diluar batas aman.
c.        Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak bekerja.
d.       Mempergunakan alat atau mesin kurang aman, dari pada mempergunakan alat justru memakai tangan kosong atau alat yang tidak aman.
e.        Cara angkat, angkut, menempatkan dan menyimpan barang yang kurang aman/tidak aman.
f.          Memakai sikap atau posisi tubuh yang kurang /tidak aman.
g.       Bekerja dengan alat atau mesin bergerak atau berbahaya.
h.       Melakukan tindakan mengacau, meggoda, menyalahgunakan, melampaui batas dan mengejutkan.
i.           Tidak menggunakan pakaian pengaman atau alat pelindung diri.
Sedangkan kondisi fisik dan mekanis yang tidak aman (unsafe physical and mechanical conditions) menyangkut :
a.        Alat pengaman yang kurang/tidak bekerja/memadai.
b.       Tidak adanya pengaman.
c.        Adanya kondisi yang kurang/atau tidak aman seperti: kasar, tajam, licin, gampang pecah, karatan, mudah runtuh atau lapuk/ tidak aman.
d.       Desain konstruksi yang tidak aman.
e.        Pengaturan proses kerja yang berbahaya atau mengandung resiko seperti beban terlalu berat tumpukan/penyimpanan barang yang tidak teratur , jalan sempit dan tidak lurus.
f.          Penerangan tidak cukup, tidak sesuai atau tidak tepat.
g.       Ventilasi tidak memadai atau distribusi udara kurang baik.
h.       Pakaian kurang memadai.
i.           Perencanaan yang tidak aman.

Sedangkan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran dimana faktor ini terjadi secara bersamaan adalah :
a.              Adanya bahan yang mudah terbakar.
b.             Adanya suhu yang cukup tinggi (sama dengan titik nyala) bahan yang terbakar.
c.              Adanya cukup oksigen.
Kebakaran terjadi apabila ketiga unsur tersebut terdapat bersama-sama. Unsur-unsur zat asam, bahan yang mudah terbakar dan panas sebagai sumber nyala. Tanpa oksigen , pembakaran tidak terjadi, tanpa bahan yang mudah terbakar, tak mungkin terjadi kebakaran dan tanpa panas, juga kebakaran tak akan timbul. Jadi ketiga unsur itu merupakan syarat terjadinya kebakaran kemudahan terbakar tergantung pada perbandingan antara jumlah bahan yang bisa terbakar dan oksigen, kondisi temperaturnya, titik nyala bahan tersebut dan mekanisme pembakarannya.
Pada beberapa zat, reaksi kebakaran mungkin terjadi pada suhu udara biasa. Namun pada umumnya reaksi tersebut berlangsung sangat lambat dan panas yang ditimbulkannya hilang ke sekeliling.
Mula-mula jumlah panas ditimbulkan adalah kecil dan sedikit menaikkan suhu. Jika terdapat pemanasan, reaksi kimia berjalan cepat dan panas lebih banyak lagi dihasilkan. Suhu yang naik di atas titik bakar berakibat terjadinya kebakaran.
Penyebab bahaya-bahaya kebakaran yang umum terjadi adalah :
1.       Merokok di tempat kerja
2.       Zat cair yang mudah terbakar
3.       Nyala api terbuka
4.       Mesin-mesin yang tak terawat dan menjadi panas
5.       Kabel-kabel listrik yang kontak langsung
6.       Kegiatan pengetesan
7.       Kegiatan pengecoran logam
8.       Kegiatan penempaan logam.
Beberapa industri, seperti industri kimia, minyak bumi dan cat sangat rawan dipandang dari sudut kebakaran. Peristiwa-peristiwa penyebab terjadinya kebakaran adalah:
1. Nyala api dan bahan-bahan yang pijar
Suatu benda padat yang dapat terbakar dan menyala terus sampai habis, kemungkinan terbakar atau tidak tergantung dari :
a.   Sifat benda padat tersebut yang mungkin sangat mudah, agak mudah dan sukar terbakar.
b.    Besarnya zat padat tersebut : jika sedikit, tak cukup timbul panas untuk terjadinya kebakran.
c.   Keadaan zat padat, seperti mudahnya terbakar kertas atau kayu-kayu lempengan tipis oleh karena relatif luasnya permukaan yang bersinggungan dengan oksigen.
d.    Cara menyalakan zat padat, misalnya di atas atau sejajar dengan nyala api.
Benda pijar mudah atau tak mudah terbakar akam menyebabkan terbakarnya benda lain jika bersentuhan dengannya suatu benda tak mudah terbakar akan terbakarnya bahan mudah terbakar yang bersinggungan dengannya.
2.   Penyinaran
Terbakarnya suatu bahan yang mudah terbakar oleh benda pijar atau nyala api tidak perlu atas dasar persentuhan. Semua sumber panas memancarkan gelombang- gelombang elektromagnetis yaitu sinar inframerah. Jika gelombang ini mengenai benda, maka pada benda tersebut dilepaskan energi yang berubah menjadi panas. Benda tersebut menjadi panas dan jika suhunya terus naik, maka pada akhirnya benda tersebut akan menyala. Kayu yang diletakkan sekitar tungku yang pijar akhirnya akan menyala. Kayu yang diletakkan sekitar tungku yang pijar akhirnya akan menyala, sekalipun tidak dikenai api, hal itu karena proses radiasi/penyinaran.
3. Peledakan Uap atau Gas
Setiap campuran uap atau gas yang mudah terbakar dengan udara akan menyala, jika terkena benda pijar atau nyala api dan pembakaran yang terjadi akan meluas dengan cepat, manakala kadar gas atau uap berada dalam batas untuk menyala atau meledak.

4. Percikan Api
Percikan api yang bertemperatur cukup tinggi menjadi sebab terbakarnya campuran gas, uap atau debu, zat cair yang mudah terbakar dan udara yang dapat menyala. Percikan api mungkin membentuk api sebagai akibat arus  listrik, misalnya: pada pemutusan hubungan arus terutama pada komponen yang bertenaga listrik, pada tempat-tempat kontak dua sambungan, pada pengosongan listrik di tempat elektroda-elektroda, pada benda-benda logam yang bergesek/beradudll.
5. Terbakar Sendiri
Kebakaran dengan sendirinya dapat terjadi pada tumpukan bongkahan bahan- bahan padat atau zat-zat organis, apabila peredaran cukup besar untuk terjadinya proses oksidasi. Peristiwa tersebut dipercepat oleh tingkat kelembaban yang rendah. Keadaan terbakar sendiri dikarenakan titik nyala suatu zat yang dapat terbakar telah dilampaui. Bahan-bahan yang menguap disuatu ruangan dalam mana terdapat temperatur yang tinggi yang melebihi titik nyalanya memungkinkan terjadinya suatu api.
6.                 Reaksi Kimiawi
Reaksi-reaksi kimiawi tertentu menghasilkan panas yang cukup untuk menyebabkan akibat terjadinya kebakaran. Fosfor kuning teroksidasi dengan sangat cepat bila bersinggungan dengan udara. Kalsium karbida mengurai secara eksotermis, bila terkena air dan membebaskan gas asetilin yang mungkin meledak atau terbakar oleh panas yang terjadi, dll.
Meskipun tidak ada panas yang datang dari luar, bahan yang mengoksidasi dapat mengakibatkan terbakarnya zat-zat organik, terutama jika bahan organik terdapat dalam bentuk partikel atau jika kontak terus menerus dengan zat yang mengoksidasi tersebut. Zat asam murni yang bertekanan, mungkin menjadi sebab kebakaran atau peledakan jika bersentuhan dengan bahan-bahan yang dapat terbakar.

7.                 Peristiwa Gesekan
Gesekan antara dua benda menimbulkan panas, yang semakin banyak menurut besarnya koefisien gesekan. Jikalau panas yang timbul lebih besar dari kecepatan hilangnya panas ke lingkungan, kebakaran mungkin terjadi seperti pada mesin yang kekurangan minyak atau gemuk (grease). Penekanan gas  secara adiabatis akan menimbulkan panas yang mungkin menimbulkan peledakan dengan terbakarnya pelumas jika kompresor tak didinginkan.

Bahan yang Mudah terbakar

Banyak sekali terdapat zat-zat atau bahan-bahan yang mudah terbakar dalam suatu perusahaan. Keberadaan perusahaan melibatkan berbagai macam bahan yang digunakan, baik untuk gedung-gedung dan peralatannya maupun mesin dan segala peralatan serta bahan-bahan yang diproses dan bahan sisa atau sampah, juga bahan lain yang disertakan.
Kewaspadaan terhadap bahan yang mudah terbakar haruslah diberikan perhatian yang sungguh-sungguh. Pada perusahaan-perusahaan perminyakan  dan gas alam haruslah ekstra waspada terhadap bahaya peledakan dan kebakaran. Selanjutnya pada pabrik-pabrik yang melibatkan : proses-proses kimia, bahan kertas, kayu, plastik, tekstil, cat, karet, tembakau, zat-zat kimia jenis eksplosif dan eksoterm dipandang sangat rawan terhadap kebakaran.
Terbakarnya suatu zat padat atau cair merupakan reaksi berantai. Atas pengaruh panas, zat tersebut mengurai dan menyebabkan terbentuknya uap yang secara terus menerus terjadi dan terbakar lagi sampai habisnya zat tersebut. Biasanya resiko bahaya yang disebabkan oleh zat-zat yang mudah terbakar tergantung kepada titik nyala (flash point), suhu menyala sendiri, sifat terbakar oleh karena pemanasan, berat jenis, perbandingan berat uap terhadap udara, sifat bercampur dengan air dan keadaan fisik.
Titik nyala suatu zat cair yang mudah terbakar adalah suhu terendah, dimana pada suhu tersebut, zat cair yang bersangkutan menghasilkan cukup uap untuk membentuk campuran yang dapat menyala dengan udara didekat permukaan cairan atau dalam nyala. Banyak zat cair yang dapat terbakar memiliki titik nyala pada atu

dibawah suhu-suhu udara biasa dan biasanya ditutup suatu lapis uap yang mungkin terbakar, apabila sumber api berada disekitarnya.
Titik nyala zat-zat cair dapat ditentukan dengan cara bejana tertutup atau cara bejana terbuka, jika untuk keperluan tersebut tersedia peralatannya. Titik nyala yang ditentukan dengan cara tertutup adalah lebih tinggi dari pada cara terbuka.  Umumnya titik nyala zat cair yang nilainya dibawah 79,4 o C ditentukan secara tertutup.
Suhu penyalaan sendiri (self ignition point) adalah suhu terendah, dimana pada zat padat, zat cair atau gas akan menyala sendiri tanpa adanya bunga api atau nyala api. Suhu nyala sendiri suatu zat padat sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik dan cepatnya pemanasan. Uap dari beberapa zat cair mungkin menyala pada pemanasan dengan suhu 260 oC atau dibawahnya. Sebagai contoh, uap karbon disulfida dapat menyala pada suhu 125 oC.
Zat-zat tertentu, seperti minyak biji-bijian, minyak tumbuh-tumbuhan, lemak- lemak, arang-arang dan logam dalam bentuk bubuk halus mengalami proses pemanasan sendiri dan mungkin menyala dengan zat asam dan udara.  Demikian pula, bahan-bahan seperti jerami atau biji-bijian dapat menjadi panas dan terbakar sebagai akibat fermentasi dan oksidasi.
Sifat-sifat lain yang menentukan adalah berat jenis dan perbandingan berat uap terhadap udara. Kebanyakan zat cair yang mudah terbakar terapung di atas permukaan air, sehingga terus terbakar dan kebakaran meluas ke tempat-tempat lain. Zat-zat lain yang lebih berat dari air akan mengendap dan nyalapun akan berhenti. Sifat ini sangat menentukan pemilihan bahan pemadam kebakaran dan menjadi pertimbangan, apakah penggunaan air untuk mematikan kebakaran zat cair dalam tangki dapat dapat dibenarkan atau tidak. Adapun uap semua zt cair adalah lebih berat dari udara. Hal ini memberikan kejelasan tentang luasnya dan merambatnya kebakaran yang terjadi didekat permukaan. Untuk zat-zat tersebut, ventilasi harus mengambil dan mengencerkan lapisan udara yang berada didekat permukaan lantai. Sebaliknya kebanyakan gas-gas yang mudah terbakar lebih ringan dari udara dan memerlukan ventilasi yang ditujukan untuk daerah dibawah permukaan langit-langit.

Kemampuan zat yang mudah menyala untuk bercampur dengan air adalah sangat penting, karena titik nyal akan naik, apabila air dicampurkan dengan zat tersebut. Alkohol dan aseton, yang dapat bercampur baik dengan air, menjadi tidak dapt terbakar dengan pengenceran air.
Perlu ditekankan, bahwa bahaya kebakaran dari zat padat yang mudah terbakar sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik dan komposisi kimiawinya. Ambillah misal magnesium, suatu percikan atau nyala api korek mungkin telah cukup untuk menyebabkan terbakarnya debu atau lempeng tipis atau potongan-potongan halus bahan tersebut, sebaliknya tuangan magnesium yang berukuran besar tidak mudah untuk dibakar. Pada gumpalan-gumpalan magnesium pembakaran baru terjadi, jika suhunya dinaikkan, agar mencapai suhu terbakarnya sendiri.
Zat cair yang mudah menyala yang terdapat dalam wadah dan atau bejana berjumlah besar adalah tidak berbahaya karena permukaannya tidak cukup  luas untuk bersentuhan dengan udara. Sebaliknya, tumpukan atau uap yang ke luar dari bejana penyimpanannya mungkin sangat membahayakan jika terbakar, api yang terjadi mungkin membakar seluruh zat cair dari bejana. Cairan-cairan dalam bentuk kabut atau embun di udara dapat menyala pada suhu yang lebih rendah dari titik nyalanya, asalkan kadar minimum telah dipenuhi seperti halnya uap.
Praktisnya, fase gas, fase cair dan fase padat dari zat yang mudah terbakar merupakan urutan kemudahan terbakar jika bertemu dengan zat asam dalam udara jika kondisi-kondisi lain dari syarat terbakarnya suatu zat adalah sama.

Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.

Syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadan api ringan diatur melalui peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomer : Per-04/Men 1980.
Untuk lebih jelasnya berikut ini petikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomer : Per-04/Men 1980. Tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadan Api Ringan.

 

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI:

Menimbang :      a. bahwa  dalam  rangka  untuk  mensiapsiagakan  pemberantasan  pada mula terjadinya kebakaran maka setiap alat pemadam api ringan harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja;
b. bahwa untuk itu perlu dibenarkan peraturan menteri yang mengatur tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringat tersebut.
Mengingat :        1. Pasal 2 yo. Pasal 4 Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan Kerja.
2. Surat Kepuusan Menteri Tenaga Kerja No. 158 Tahun 1972 tentang Program Operasional, serentak, singkat, padat, untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan    :    Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Syarat- syarat pemasangan dan pemadam api ringan.

BAB I

Keterangan Umum
Pasal 1
(1).    Alat pemadam api ringan ialah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran.
(2).    Menteri ialah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
(3).    Pegawai pengawas ialah pegawai tehnis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri.
(4).    Ahli keselamatan kerja ialah tenaga tehnis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mengawasi ditaatinya peraturan ini.
(5).    Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung untuk tempat kerja atau bagian yang berdiri sendiri.

Pasal 2
(1).    Kebakaran dapat digolongkan :
a.     Kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A);
b.     Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan B0;
c.     Kebakaran instlasi listrik bertegangan (Golongan C);
d.     Kebakaran logam (Golongan D). (2). Jenis alat pemadam api ringan terdiri :
a.   Jenis cairan (air)
b.   Jenis busa
c.   Jenis tepung kering
d.   Jenis gas (hydrocarbon berhalogen dansebagainya)
(3). Penggolongan kebakaran dan jenis pemadam api ringan tersebut ayat (1) dan ayat (2) dapat diperluas sesuai dengan perkembangan teknologi.
Pasal 3
Tabung alat pemadam api ringan harus diisi sesuai dengan jenis dan kontruksinya.
BAB II
Pemasangan Pasal 4
(1).    Setiap satu atau kelompok alat pemadam kebakaran api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan.
(2).      Pemberian tanda pemasangan tersebut ayat (1) harus sesuai dengan lampiran 1. 
(3).   Tinmggi tanda pemasangan tersebutayat (1) adalah 125 cm dari dasar lantai
tepat di atas satu atau kelompok alat pemadam api ringan bersangkutan.
(4).   Pemasangan dan penempatan alat pemadam apai ringan harus sesuai dengan jenis dan penggolongan kebakaran seperti dalam lampiran 2.
(5).   Penempatan tersebut ayat (1) antara alat pemadam apai yang satu dengan yang lainnya atau kolompok satu dengan yang lainnya tidak boleh melebihi 15 meter, kecuali ditempatkan lain oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

(6).   Semua tabung alat pemadam api ringan sebaiknya berwarna merah.
Pasal 5
Dilarang memasang dan menggunakan alat pemadam api ringan yang didapati sudah berlubang lubang atau cacad karena karat.
Pasal 6
(1).                     Setiap alat pemadam api ringan harus dipasang (ditempatkan) menggantung pada dinding dengaa penguatan sengkang atau dengan konstruksi penguat lainnya atau ditempatkan dalam lemari atau peti (box) yang tidak dikunci.
(2).                     Lemari atau peti (box) seperti tersebut ayat (1) dapat dikunci dengan syarat bagian depaannya harus diberi kaca aman (safety glass) dengan tebal maximun 2 mm.
Pasal 7
(1).                   Sengkang atau konstruksi penguat lainnya seperti tersebut pasal 6 ayat (1) tidak boleh dikunci ataun digembok atau diikaat mati.
(2).                   Ukuran panjang dan lebar bingkai kaca aman (safety glass) tersebut pasal 6 ayat (2) haarus disesuaikan dengan besarnya alat pemadaam apai ringan yang ada dalam lemari atau peti (box) sehingga mudah dikeluarkan.
Pasal 8
Pemasangan alat pemadam api ringan harus sedemikian rupa sehinga bagian paling atas ( puncaknya) berada pada ketinggian 1,2 m dari permukaan lantai kecuali jenis CO2 dan tepung kering (dry chemical) dapat ditempatkan lebih rendah dengan syarat, jarak antara dasar alat pemadam api ringan tidak kurang 15 cm dari permukaan lantai.
Pasal 9
Alat pemadam api ringan tidak boleh dipasang dalam ruangan atau tempat dimana suhu melebihi 4 o C atau rturun samapai minus 44 o C kecuali apabila alat pemadam api ringan tersebut dibuat khusus untuk suhu diluar batas tersebut diatas.

Pasal 10
Alat pemadam api ringan yang ditempatkan dialam terbuka harus dilindungi dengan tutup pengaman.

BAB III PEMELIHARAAN

Pasal 11
(1).                    Setiap alat pemadam api ru gan harus diperiksa 2(dua) kali dalam setahuin yaitu:
a.       pemeriksaan dalam jangka 6 (enam )bulan;
b.       pemeriksaan dalam jangka 12 (dua belas) bulan.
(2).                    Cacad pada alat perlengkapan pemadam alat api ringan yang ditemui waktu pemeriksaan harus segera diperbaiki atau alat tersebut segera diganti dengan yang tidak cacad.
Pasal 12
(1).                   Pemeriksaan jangka 6(enam) bulan seperti tersebut pasal 11 ayat (1) meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.                berisi atau tidaknya tabung, berkurang atau tidaknya dalam tabung, rusak atau tidaknya segi pengaman cartridge atau tabung bertekaman dan mekanik penembus segel;
b.               bagian-bagan luar dari tabung tidak boleh cacad termasuk handal dan label harus selalu dalam keadaan baik;
c.                mulut pancar tidak boleh tersumbat dan pipa pancar yang terpasang tidak bpleh retak atau menunjukkan tanda-tanda rusak;
d.               untuk alat pemadam api ringan cairan atau asam soda, diperiksa dengan cara mencampur sedikit larutan sodium bicarbonat dan asam keras diluar tabung, apabila reaksinya cukup kuat, maka alat pemadam api ringan tersebut dapat dipasang kembali;
e.                untuk alat pemadam api ringan jenis pulsa diperiksa dengan cara mencampur sedikit larutan sodium bicarbonatdan aluminium sulfat diluar

tabung, apabila cukup kuat, maka alat pemadam api ringan tersebut dapat dipasang kembali;
f.                  untuk alat pemadam api ringan hydrocarbon berhalogen kecuali jenis tetrachlorida diperiksa dengan cara menimbang, jika beratnya sesuai dengan aslinya dapat dipasang kembali;
g.               untuk alat pemadam api ringan jenis carbon tetrachlorida diperiksa dengan cara melihat isi cairan di dalam tabung dan jika masih memenuhi syarat dapat dipasang kembali.
h.               Untuk alat pemadam api jenis carbondioxcida (CO2) harus diperiksa dengan cara menimbang serta mencocokkan beratnya dengan berat yang te4rcera pada alat pemadam apui tersebut apabuila terdapat kekurangan berat sebesar 10 %, tabung pemadam api itu harus diisi kembali sesuaai dengan berat yang ditentukan.
(2).                   Cara-cara pemeriksaan tersebut ayat (1) diatas dapat dilakukan dengan cara lain sesuai dengan perkembangan.
Pasal 13
(1).                   Pemeriksaan jangka 12 (dua belas) bulan seperti tersebut pasal 11 ayat (1) b untuk semua alat pemadam api yang menggunakan tabung gas, selain dilakukan pemeriksaan sesuai pasal 12 dilakukan pemeriksaan lebih lanjut menurut ketentuan ayat (2) , (3), (4), dan (5) pasal ini.
(2).                   Untuk alta pemadam api jenis cairan dan busa dilakukan pemeriksaan dengan membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya tabung dalam posisi tegak, kemudian diteliti sebagai berikut:
a.              Isi alat pemadam api harus sampai batas permukaan yang telah ditentukan.
b.             Pipa pelepas isi yang berada dalam tabung dan saringan tidak boleh tersumbat atau buntu.
c.              Ulir tutup kepala tidak boleh cacad atau rusak dan saluran penyemprotnya tidak boleh tersumbat.
d.             Peralatan yang bergerak tidak boleh rusak dan dapat bergerak dengan bebas.

e.              Gelang tutup kepala harus masih dalam keadaan baik.
f.                Bagian dalam dari alat pemadam api tidak boleh berlubang atau cacad karena karat.
g.             Untuk jenis cairan busa yang dicampur sebelum dimasukkan larutannya harus dalam keadaan baik.
h.             Lapisan pelindung dari tabung gas bertekanan harus dalam keadaan baik.
i.               Tabung gas bertekanan harus terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya.
(3).                   Untuk alat pemadam api jenis hydrocarbon berhalogen dilakukan pemeriksaan dengan membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya tabung dalam posisi berdiri tegak kemudian diteliti menurut ketentuan sebagai berikut:
a.                  Isi tabung harus diisi dengan berat yang telah ditentukan.
b.                 Pipa pelepas sisi yang berada dalam tabung dan saringan tidak boleh tersumbat atau buntu.
c.                  Ulir tutup kepala tidak boleh rusak atau saluran keluar tidak boleh tersumbat.
d.                 Peralatan yang bergerak tidak boleh rusak harus dapat bergerak dengan bebas mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan luas penekan harus dalam keadaan baik.
e.                  Gelang tutup kepala harus dalam keadaan baik.
f.                    Lapisan pelindung dari tabung gas harus dalam keadaan baik.
g.                 Tabung bertekanan harus terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya.
(4).                   Untuk alat pemadam api ringan jenis tepung kering (dry chemical) dilakukan pemeriksaan dengan membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya tabung dalam posisis berdiri tegak dan kemudian diteliti menurut ketentuan sebagai berikut:
a.                  Isi tabung harus sesuai dengan berat yang telah ditentukan dan tepung keringnya dalam keadaan tercurah bebas tidak berbutir.
b.                 Ulir tutup kepala tidak boleh rusak dan saluran keluar tidak boleh buntu atau tersumbat.

c.                  Peralatan yang bergerak tidak boleh rusak dapat bergerak dengan bebas, mempunyai rusuk dan sisi yang tajam.
d.                 Gelang tutup kepala harus dalam keadaan yang baik.
e.                  Bagian dalam dari tabung tidak boleh berlubang-lubang atau cacad karena karat.
f.                    Lapisan pelindung dari tabung gas bertekanan harus dalam keadaan baik.
g.                 Tabung gas bertekanan harus terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya yang diperiksa dengan cara menimbang.
(5).                   Untuk alat pemadam api ringan dengan pompa tangan CTC (Carbon Tetra Chlorida) harus diadakan pemeriksaan lebih lanjut sebagai berikut:
a.                  peralatan pompa haarus diteliti untuk memastikan bahwa pompa tersebut dapat bekerja dengan baik.
b.                 Tuas pompa hendaknya dikembalikan lagi pada kedudukan terkunci sebagai semula.
c.                  Setelah pemeriksaan selesai bila dianggap perlu segel diperbaharui.
Pasal 14
Petunjuk cara-cara pemakaian alat pemadam api ringan harus dapat dibaca dengan jelas.
Pasal 15
(1).                     Untuk setiap alat pemadam api ringan dilakukan pecobaan secara berkala dengan jangka waktu tidak melebihi 5 (lima ) tahun sekali dan harus kuat menahan tekanan coba menurut ketentuan ayat (2(, (3), dan ayat (4) pasal ini selama 30 (tiga puluh ) detik.
(2).                     Untuk alat pemadam api jenis busa dan cairan harus tahan terhadap tekanan coba sebesar 20 Kg/cm 2 .
(3).                     Tabung gas pada alat pemadam api ringan dan tabung bertekanan tetap (Storage Pressure) harus tahan terhadap tekanan coba sebesar satu setengah kali tekanan kerjanya atau sebesar 20 Kg/Cm2 dengan penegertian, kedua angka tersebut dipilih yang terbesar untuk dipakai sebagai tekanan coba.

(4).                     Untuk alat pemadam api ringan jenis Carbon Dioksida (CO2) harus dilakukan percobaan tekan dengan syarat :
a.              Percobaan tekan pertama satu setengah kali tekanan kerja.
b.              Percobaan tekan ulang satu setengah kali tekanan kerja.
c.              Jarak tidak boleh dari 10 tahun dan untuk percobaan kedua tidak lebih dari 10 tahun dan untuk percobaan tekan selanjutnya tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun.
(5).                     Apabila alat pemadam api jebnis carbon dioxida (CO2) setelah diisi dan oleh sesuatu hal dikosongkan atau dalam keadaan dikosongkan selalu lebih dari 2 (dua) tahun terhitung dari setelah dilakukan percobaan tersebut pada ayat (4), terhadap alat pemadam api tersebut dilakukan percobaan tekan ulang sebelum diisi kembali dan jangka waktu percobaan tekan berikutnya tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun..
(6).                     Untuk tabung-tabung gas ( gas containers) tekanan cobanya harus memenuhi ketentuan seperti tersebut ayat (4) pasal ini.
(7).                     Jika karena sesuatu hal tidak mungkin dilakukan percobaan tekan terhadap tabung alat pemadam api dimaksud pasal 15 ayat (6) di atas maka tabung tersebut tidak boleh digunakan sudah 10 (sepuluh) tahun terhitung tanggal pembuatannya dan selanjutnya dikosongkan.
(8).                     Tabung-tabung gas ( gas containers) dari jenis tabung yang dibuang setelah digunakan atau tabungnya telah terisi gas selama 10 (sepuluh) tahun tidak diperkenankan dipakai lebih lanjut dan isinya supaya dikosongkan.
(9).                     Tabung gas (tabung gas containers) yang telah dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk dipakai lebih lanjut harus dimusnahkan.
Pasal 16
Apabila dalam pemeriksaan alat pemadam api jenis carbon dixida (CO2) sesuai dengan ketentuan dalam pasal 12 terdapat cacad karena karat atau beratnya berkurang 10 % dari berat seharusnya, tehadap alat pemadam api tersebut harus dilakukan percobaan tekan dan jangka waktu percobaan tekan berikutnyaa tidak boleh lebih dari 5 (lima ) tahun.

Pasal 17
Setelah dilakukan percobaan tekan terhadap setiap alat pemadam api ringan, tanggal percobaan tekan tersebut dicatat dengan cap di selembar pelat logam pada badan tabung.
Pasal 18
(1).         Setiap tabung alat pemadam api ringan harus diisi kembali dengan cara :
a.           Untuk asam soda, busa, bahan kimia, harus diidsi kembali setahun sekali.
b.           Untuk jenis cairan busa yang dicampur lebih daahulu harus diisi 2 (dua) tahun sekali.
c.           Untuk jenis tabung gas hydrocarbon berhalogen, tabung harus diisi 3 (tiga) tahun sekali, sedangkan jenis lainnya selambat-lambatnya 5 (lima tahun.
(2).         Waktu pengisian tersebut ayat (1) disesuaikan dengan lampiran 3.
(3).         Bagian dalam dari tabung alat pemadam api ringan hydrocarbon berhalogen atau tepung kering (dry chemical), harus benar-benanr kering sebelum diisi kembali.
Pasal 19
Alat pemadam api ringan jenis cairan dan busa diisi kembali dengan cara :
1.       Bagian dalam dari tabung alat pemadam api jenis cairan dan busa (chemical) harus dicuci dengan air bersih.
2.       Saringan, bagian dalam dari tabung, pipa pelepas issi dalam tabung dan alat- alat expansi tidak boleh buntu atau tersumbat.
3.       Pengisian ulang tidak boleh tanda batas yang tertera.
4.       Setiap melakukan penglarutan yang diperlukan, harus dilakukan dalam bejana yang tersendiri.
5.       Larutan sodium bicarbonat atau larutan lainnya yang memerlukan penyaringan, pelaksanaannya dilakukan secara menuangkan ke dalam tabung melalui saringan.
6.       Timbel penahan alat lainnya untuk menahan asam atau larutan garam asam ditempatkan kembali ke dalam tabung.

7.       Timbel penahan yang agak lonmggar harus diberi lapisan tipis/petroleum jelly sebelum dimasukan.
8.       Tabung gas sistem dikempa harus diisi dengan gas atau udara sampai pada batas tekanan kerja, kemudian ditimbang sesuai dengan berat isinya termasuk lapisan zat pelindung.
Pasal 20
Alat pemadam apai ringan jenis hydrocarbon berhalogen harus diisi kembali dengan cara :
1.             Untuk tabung gas bertekanan, harus diisi dengan gas atau udara kering sampai batas tekanan kerjanya.
2.             Tabung gas bertekanan dimaksud ayat (1) harus ditimbang dan lapisan cat pelindung dalam keadaan baik.
3.             Jika digunakan katup atau pen pengaman, katup atau pen pengaman tersebut harus sudah terpasang sebelum tabung dikembalikan pada kedudukannya.
Pasal 21
(1).         Alat pemadam api ringan jenis tepung kering (dry chemical) harus diisi dengan cara:
a.  Dinding tabung dan mulut pancar (nozzle) dibersihkan dari tepung kering (dry chemical) yang melekat.
b.  Ditiup dengan udara kering dari compressor.
c.  Bagian sebelah dalam dari tabung diusahakan selalu dalam keadaan kering. (2).          Untuk tagung gas bertekanan harus ditimbang dan lapisan cat pelindungnya
harus dalam keadaan baik.
(3).    Katup atau pen pengaman harus sudah terpasang sebelum tabung dikembalikan pada kedudukannya.
Pasal 22
(1)           Semua alat pemadan api ringan sebelum diisi kembali sebagaimana dimaksud pasal 18, 19, 20 dan pasal 21, haarus dilakukanpemeriksaan sesuai ketentuan

pasal 12 dan pasal 13 dan kemungkinan harus dilakukan tindakan sebagai berikut :
a.       Isinya dikosongkan secara normal.
b.       Setelah  seluruh  isi  tabung  dialihkan  keluar,     katup kepala dibuka dan tabung serta alat-alat diperiksa.
(2).   Apabila dalam pemeriksaan alat-alat tersebut ayat (1) terdapat adanya cacad yang menyebabkan kurang amannya alat pemadam api dimaksud, maka harus segera diadakan penelitian.
(3).   Bagian dalam dan Luar tabung, harus diteliti untuk memastikan bahwa tidak terdapat lubang-lubang atau cacad karena karat.
(4).   Setelah cacad-cacad sebagaimana tersebut ayat (3) yang mungkin mengakibatkan kelemahan konstruksi diperbaiki, alat pemadam api harus diuji kembali dengan tekanan sebagaimana yang diisyarakan dalam pasal 15.
(5).   Ulir tutup kepala harus diberi gemuk tipis, gelang tutup harus ditempatkan kembali dan tutup kepala dipasang dengan mengunci sampai kuat.
(6).   Apabila gelang tutup kepala seperti tersebut ayat (5) terbuat dari karet, harus dijaga gelang tidak terkena gemuk.
(7).   Tanggal, bulan, dan tahun pengisian, harus dicatat pada badan alat pemadam api ringan tersebut.
(8).   Alat pemadam api ringan ditempatkan kembali pada posisi yang tepat.
(9).   Penelitian sebagaimana tersebut ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga terhadap jenis yang kedap tumpah dan botol yang dipecah.
Pasal 23
Pengisian kembali alat pemadam api jenis carbon dioxida (CO2) dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal 22 tersebut di atas.
Pasal 24
Pengurus harus bertanggung jawab terhadap ditaatinya peraturan ni.

BAB IV

Ketentuan Pidana
Pasal 25
Pengurus yang tidak mentaati ketentuan tersebut pasal 24 diancam dengaan hukuman kurungan selama-lamaanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) sesuai dengan pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

BAB V

Ketentuan Peralihan
Pasal 26
Alat pemadam api ringan yang sudah dipakai atau digunakan sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, pengurus diwajibkan memenuhi ketentuan peraturan ini dalam waktu satu tahun sejak berlakunya Peraturan ini.

BAB VI

Ketentuan Penutup
Pasal 27
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 14 April 1980 MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
Cap/ttd HAARUN ZAIN.
SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYA OLEH
A.N SEKRETARIS JENDRAL KEPALA BIRO UMUM
Cap/ttd
Drs. SOETARNO M NIP : 1600103

1 komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *